Bantah Isi Film Berjudul Dirty Vote, Alumni UI Bilang Demokrasi Indonesia Baik-baik saja

Film berjudul Dirty Vote mulai mendapatkan bantahan dari berbagai pihak, salah satunya dari K2UI, Selasa (13/2).

PANTURA24.COM, Jakarta – Film berjudul Dirty Vote terus mendapatkan sorotan dari berbagai pihak salah satunya Kesatuan Aksi Alumni Universitas Indonesia (KA2UI). Ketua KA2UI Kun Nurachadijat membantah isi film tersebut yang memotret demokrasi Indonesia itu tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Bacaan Lainnya

“Demokrasi seolah seperti yang diangkat film Dirty Vote, itu framing agar mendelegitimasi proses demokrasi yang sudah berjalan sesuai dengan UU yang sah,” ujar Kun seperti dikutip, Selasa, (13/2/2024).

Kun mengkritisi bahwa film tersebut sudah masuk ranah black campaign dan menjurus ke fitnah terhadap salah satu paslon yang sengaja diunggah pada masa tenang. Jadi itu bukan hanya black campaign tapi itu fitnah.

Ia lanjut menyoal motif penayangan film itu di masa tenang yang diduga sengaja dilakukan sebagai bentuk propaganda dengan tujuan pembusukan terhadap calon tertentu.

“Mengapa ditebar di masa tenang? Kan gak fair, jadi apalagi nawaitunya mendelegitimasi pemerintah yang sah. Terlepas dari link paslonnya ke mana, tapi niatnya berdasarkan dari ketidakpercayaan diri ke calon yang didukungnya akan menang,” jabarnya.

Kun menegaskan demokrasi sudah berada di jalan yang benar, kebebasan berpendapat tetap terjaga, hak dipilih dan memilih bisa dijalankan sebagaimana mestinya.

“Memang demokrasi kita baik-baik saja kok, apa ukuran kurang baik-baik kondisi demokrasi kita saat ini?,” protesnya.

Sebaliknya Kun justru mengkritik balik sejumlah guru besar dari kampus-kampus yang memberikan kritik terhadap pemerintah, karena diduga terafiliasi dengan capres cawapres yang sedang berkontestasi saat ini.

Kritik tersebut, lanjutnya, tidak berdasarkan hasil diskusi atau seminar dengan dasar ilmiah melainkan sarat akan kepentingan politik, justru ini lah yang akan merusak demokrasi.

Menurut dia, kritikan-kritikan mengatasnamakan civitas akademika, meskipun itu disuarakan oleh dewan guru besar sekalipun, tetap saja itu suara subyektif atau informal.

“Kalau dilihat dari aktor-aktor intelektual penggerak acara civitas akademika yang mengkritik, itu ditengarai masih berkaitan dengan paslon yang berkontestasi. Dan itu tidak bisa dipungkiri akan sangat jahat secara demokrasi,” tegasnya.

“Karena akan memframing masyarakat seolah universitas atau kampus mengeluarkan statement resmi, hasil pembahasan ilmiah.
Padahal kan aturan untuk menyatakan statement resmi harus di depan seminar maksudnya diskusi yang memang ada dasar ilmiahnya” tambahnya

Selain itu, imbuh Kun, adanya massa yang memenuhi Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK) pada Sabtu 10 Februari lalu itu merupakan indikasi bahwa demokrasi masih baik-baik saja.

“Dari 200 ribu, menjadi 600 ribu massa, itupun terus berdatangan. Partai pengusung paslon yang berseberangan program pemerintah, yakni Paslon 01 dan 03 masih bersatu bareng di kabinet bersama partai partai Koalisi Indonesia Maju, pengusung Prabowo Gibran,” bebernya.

Sebelumnya, Selasa 6 Februari lalu, KA2UI juga berkumpul di Taman Lembang Jakarta dihadiri Alumni Lintas Fakultas dan Lintas Angkatan di UI. Pertemuan itu menghasilkan pernyataan sikap menanggapi dinamika politik terkini dimana banyak politisasi kampus yang terang-terangan dilakukan oleh para guru besar.

“Bahwa KA2UI patut mengulangi lagi apa yang dimaksud dengan kebebasan mimbar akademik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 10 ayat (3) dalam PP Nomor 75/2021,” jelasnya.

“Penggunaan berbagai atribut keilmuan yang sekalipun itu melekat pada pribadi dan bercampur dengan mahasiswa serta alumni di kegiatan itu terasa sekali jauh dari dari nuansa akademis serya ilai-nilai dasar yang menjadi visi, misi dan tujuan UI. Martabat Dies Natalis UI telah dengan sengaja dikerdilkan dengan kegiatan non akademis tersebut,” urainya.

Kun dalam pernyataan sikap yang dibacakan mengatakan seluruh stakeholders, baik dalam bentuk lembaga negara, masyarakat sipil hingga partai-partai politik perlu untuk rembug nasional pasca pemilihan umum 14 Februari 2024.

“Sebelum momentum itu, diperlukan sikap mawas diri dari seluruh kalangan termasuk civitas akademika UI dalam bentuk menahan diri untuk memberikan pernyataan-pernyataan yang provokatif dan kontraproduktif bagi rakyat Indonesia,” katanya.

Menyadari tersebut, KA2UI tidak membiarkan menjadi gelindingan bola salju atau snowball. Demi Indonesia tetap rukun, damai, dan santun menuju performa Indonesia Emas 2045 di atas koridor kebangsaan merah putih.

Dalam kesempatan yang sama, Koordinator KA2UI, Muara Karta, juga menegaskan bahwa menjelang pemilu, para civitas akademika harus pandai menahan diri.

“KA2UI menghimbau seluruh civitas akademika Universitas Indonesia, baik yang berada di kampus atau luar Kampus agar ikut serta menjaga sikap jelang pemilu,” tutupnya (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *