Cerita Korban Jeratan Renternir dan Mafia Tanah di Pekalongan Peroleh Kembali Sertifikat Rumahnya

Cerita Korban Jeratan Renternir dan Mafia Tanah di Pekalongan Peroleh Kembali Sertifikat Rumahnya
Tim LBH Adhyaksa serahkan sertifikat rumah yang sempat ditahan renternir sebagai jaminan hutang

Pantura24.com, Pekalongan – MS (58) buruh batik yang sempat terjerat renternir dan nyaris menjadi korban mafia tanah akhirnya bisa tersenyum lega. Perempuan warga Desa Paweden, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan tersebut telah mendapatkan kembali sertifikat rumah yang diagunkan.

“Alhamdulillah sertifikat rumah milik anak saya telah kembali. Terima kasih kepada Pak Didik dan Mas Zaenudin dari LBH Adhyaksa yang dengan ikhlas membantu,” ujar MS, Jum’at (24/8/2023).

Ia menyebut sertifikat rumah milik anak perempuannya itu tidak saja dapat diambil kembali namun jug menggagalkan upaya pengalihan hak ke orang lain melalui Akad Jual Beli (AJB) dengan pemalsuan tandatangan.

Kendati sertifikat rumah telah kembali namun dirinya tetap dimintai sejumlah uang oleh pihak notaris sebagai ganti materai dan cetak berkas. Permintaan itu disampaikan usai serah terima sertifikat.

“Lalu ada pesan masuk berisi nomor rekening dari pihak notaris agar saya mentransfer uang sebesar Rp 500 ribu yang dihitung sebagai tagihan kertas dan materai,” ungkap MS.

Kuasa hukum korban, M Zaenudin dari LBH Adhyaksa menambahkan proses pengembalian sertifikat rumah milik kliennya berlangsung di ruang pertemuan Kantor Notaris Eka Hendra Muspiyanto di Jalan Raya Mandurorejo, Kajen.

“Penyerahan sertifikat rumah milik klien kami disaksikan juga oleh sejumlah pihak yang diduga terlibat dalam persekongkolan pemalsuan tandatangan AJB,” beber Zaenudin.

Sebagai tanda bukti bahwa sertifikat rumah telah dikembalikan ke pemilinya tertuang dalam dua dokumen berita acara dimana berkas berita acara yang pertama berisi serah terima sertifikat.

Berkas yang kedua berisi berita acara pencabutan AJB yang ditandatangani oleh masing-masing pihak yang terlibat.

“Jadi Inti sebenaranya masalah ini kalau tidak saya cegah atau dibiarkan berlanjut ke polisi maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) bisa terkena pidana,” Kata Zaenudin menjelasklan.

Sementara itu Notaris Eka Hendra Muspiyanto saat ditemui di kantornya usai acara serah terima menolak memberikan keterangan terkait peristiwa yang dialami MS.

“Saya ndak ada waktu buat wawancara,” ucap Hendra dari dalam ruangan.

Seperti diberitakan sebelumnya seorang perempuan berinisial MS mengaku terjerat renternir dan menjadi korban dugaan mafia tanah hingga terancam kehilangan rumah seharga ratusan juta.

Kasus yang menjerat MS bermula dari persoalan hutang kepada seorang renternir sebesar Rp 6 juta yang membengkak menjadi Rp 22 juta. Karena baru bisa mencicil Rp 3 juta, MS dipaksa tanda tangan AJB namun ditolak lantaran sertifikat atas nama anak perempuannya dan nilai hutang tidak sebanding dengan harga rumah.

Belakangan tanpa sepengetahuan MS, terjadi upaya pengalihan hak atas tanah dan rumah kepada orang lain dengan cara memalsukan tandangan pemilik asli oleh sorang joki yang menyaru sebagai anak perempuan MS.

Karena terancam kehilangan rumah, MS pun mengadu ke LBH Adhyaksa untuk meminta bantuan hukum agar AJB yang dipalsukan bisa digagalkan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *