PANTURA24.COM, KOTA PEKALONGAN – Sejumlah orang tua murid yang menjadi korban dugaan pelecehan seksual secara verbal di SMA 3 Kota Pekalongan menyesalkan pihak sekolah yang tidak menunjukkan sikap respek terhadap dampak yang dihadapi siswa.
“Kami orang tua korban baru kali ini dipanggil pihak sekolah untuk bertemu, sebelumya pasca kejadian tidak ada satupun yang melibatkan kami sebagai orang tua,” ungkap Lutfiah salah satu ibu korban, Kamis 10 Oktober 2024.
Ia mengatakan pihak sekolah tidak menaruh perhatian serius kepada para orang tua korban yang merasa diperlakukan seperti bola pingpong. Orang tua baru dipanggil sekolah setelah muncul setelah ada upaya hukum yang dilakukan oleh salah satu keluarga korban.
Dalam pertemuan bersama orang tua murid, perwakilan alumi dan kuasa hukum korban, kepala sekolah hanya menyampaikan kewenangan dari pihak sekolah cukup sampai di sini saja lalu pertemuan diakhiri dengan permintaan maaf.
“Tadi disampaikan kepala sekolah kalau ada keinginan mencabut status kepegawaian dari oknum tersebut itu urusan kedinasan, pihak sekolah cukup sampai di sini. Namun yang kami sesalkan itu klaim dari kepala sekolah yang ngomong sebelumnya sudah ada pertemuan antara korban dengan oknum guru serta wali murid yang padahal kami sebagai pihak keluarga tidak dilibatkan atau merasa dipanggil dan baru diundang datang pada pertemuan kali ini,” beber Lutfiah.
Ia menegaskan sebagai orang tua korban dirinya ingin agar oknum guru terduga pelaku tersebut dikeluarkan dan diproses hukum karena sudah dianggap sebagai seorang predator sehingga kasihan korbannya kalau hanya dipindah.
“Untungnya alhamdulillah dipindah ke mana tadi, ke Bantar Bolang yang Alhamdulillah tidak diterima di sana katanya. Alhamdulillah lah, di sini predator ya, di sini selesai belum tentu juga di sana dan bisa jadi lebih lagi,” ujarnya.
Salah satu wali murid lain, Suhel menambahkan dirinya sedang membuat resum atau rangkuman peristiwa yang terjadi untuk meluruskan kejadian yang sebenarnnya untuk disampaikan ke Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah. Sebelumnya resum yang sama juga dibuat kepala sekolah namun secara sepihak mencatut nama pihak lain secara sepihak seilah permasalahan tersebut sudah selesai.
“Jadi laporan kepala sekolah ke pihak dinas banyak yang tidak sesuai fakta meski ada yang sesuai tetapi lebih banyak yang tidak sesuai. Diklaim kepala sekolah selalu melibatkan orang tua, padahal kan tidak,” jelasnya.
Selain itu, lanjut dia, laporan polisi yang dilakukan oleh empat orang wali murid juga sudah diterima dan sesuai dengan tuntutan orang tua murid harus terus berlanjut sampai proses hukum. Dan hal tersebut juga didukung oleh para alumni yang tergabung dalam Kastilo atau organisasi alumni SMA 3 Kota Pekalongan.
Kemudian pihaknya juga menyesalkan terkait manuver kepala sekolah yang terus berusaha mendoktrin para siswa dengan mengatakan bahwa oknum guru terduga pelaku itu orang yang baik dan hal tersebut dilakukan di berbagai kesempatan dihadapan siswa.
“Kami menyayangkan itu, padahal oknum guru tersebut selain verbal juga non verbal seperti memberikan sentuhan fisik dan hal itu juga diiyakan oleh kepala sekolah dalam pertemuan dengan orang tua murid tadi,” katanya.
Sementara itu Kepala Sekolah SMA 3 Kota Pekalongan, Yulianto Nurul Furqon mengutarakan fakta lain terkait para siswi yang diduga menjadi korban di mana hanya tiga yang benar-benar terdampak secara psikologis dan 17 korban lainnya tidak.
“Saat ini korban sedang ditangani oleh tim psikolog dari Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. Kemudian adanya satu orang tua yang memperkarakan secara hukum ya kami persilahkan agar permasalahan menjadi lebih jelas,” tuturnya.