Akses jalan perumahan Mulia Residence di Desa Sastrodirjan tampk ditutup portal besi sehingga warga kesulitan akses, Minggu (3/3).
PANTURA24.COM, Pekalongan – Polemik tanah bengkok yang diklaim mantan Kepala Desa hingga berujung penutupan akses keluar masuk Perumahan Mulia Residence diungkap oleh Purnomo selaku Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan Desa Getas, Kecamatan Wonopringgo, Kabupaten Pekalongan. Ia menyebut status tanah yang ditutup itu merupakan tanah bengkok milik Desa Getas.
“Itu tanah bengkok Desa Getas bukan tanah pribadi atau perorangan,” ujar Purnomo kepada pantura24.com, Minggu (3/3/20024).
Ia mengatakan asal-usul tanah bengkok yang klaim itu berawal dari sejumlah warga Desa Legokgunung yang menjadi korban banjir pada 1989 mengajukan permohonan kepada Pemerintah Desa Sastrodirjan untuk menempati tanah bengkok yang saat ini milik Desa Getas hasil tukar guling.
Lalu warga Desa Legokgunung yang menjadi korban banjir itu iuran membeli tanah yang ditempati untuk ditukar guling. Kemudian pada 1998 terbitlah Surat Keputusan (SK) Gubernur Jawa Tengah, lokasinya berada di perbatasan Desa Getas.
“Kemudian tahun 2017 muncul lagi pengajuan tukar guling di lokasi yang sama atas nama perorangan yakni Pak Mujoharyadi ke Bu Yuni Kades Getas dan pengajuan tukar guling itu mendapat izin Bupati Pekalongan,” bebernya.
Purnomo menjelaskan tanah yang diajukan tukar guling itu tidak termasuk jalan yang menjadi akses warga Perumahan Mulia Residence. Hal itu sesuai dengan luasan lahan di peta tim appraisal karena sebagaian tanah bengkok itu tidak masuk tukar guling.
Luasan tanah bengkok yang ditukar guling sesuai hasil pemetaan tim appraisal itu hanya sebagian saja dan dikuatkan oleh SK Bupati. Namun dalam perjalanannya muncul klaim yang ditukar guling itu seluruh tanah bengkok yang ada di lokasi.
“Rupanya saat itu Pak Mujo ada perjanjian tersendiri dengan Bu Kades Getas, BPD dan Notaris. Padahal itu tanah bengkok, harusnya sesuai dengan tim appraisal. Itu suatu kesalahan apalagi ada peran notaris di situ yang berani mengesahkan sertifikat itu,” jelasnya.
Persoalan tukar guling itu makin sengkarut lantaran kedua belah pihak tidak ada itikad baik untuk menyelesaikan dan Kades Getas pada saat itu yang berakhir masa jabatannya tidak menyerahkan ke kades penggantinya.
Menurutnya ada konsekuensi tanggungjawab hukum atas tukar guling itu termasuk rincian biaya yang timbul dan hal tersebut menjadi kewajiban pemohon atau pihak kedua dalam hal ini Mujoharyadi.
Belakangan muncul aksi penutupan jalan menuju perumahan di era Kades Getas yang baru. Saat itu mulailah muncul berbagai persoalan seperti laporan pemilik usaha batu split di lokasi penutupan yang tidak bisa beraktivitas termasuk warga perumahan yang resah akses di lingkungannya ditutup.
“Setelah ditindaklanjuti ternyata semua lahan diklaim oleh Pak Mujoharyadi. Sudah dilakukan mediasi agar tidak menerjang aturan, klaim sertifikat itu tidak sah karena tidak sesuai dengan SK Gubernur,” tegasnya.
Purnomo pun memastikan penerbitan sertifikat tanah bengkok yang ditukar guling itu janggal dan tidak sah secara hukum karena menabrak banyak aturan termasuk SK Bupati Pekalongan.
“Nah di situ ceritanya Pak Mujoharyadi tetap bertahan dengan sertifikat. Kami juga sempat mengklarifikasi ke pemerintah Desa Sastrodirjan namun tidak ada titik temu,” pungkasnya. (*)