FIM Dukung dan Kawal Agenda Rakyat Pilpres 2024 Sekali Putaran

FIM siap mendukung dan mengawal GSP yang sudah dianggap menjadi agenda rakyat agar Pilpres 2024 berlangsung sekali putaran, Jum'at (22/12).

Pantura24.com, Makassar Koordinator Nasional Formasi Indonesia Moeda (FIM) Syifak Muhammad Yus mendukung penuh gagasan Pilpres 2024 berlangsung sekali putaran. Ia mengatakan hal itu saat Kopi Darat (Kopdar) FIM di Gori Artisan Coffee Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

“Pilpres 2024 sekali putaran ini sudah kita anggap agenda rakyat, maka perlu didukung dan kawal. Ini demi kepentingan bangsa. Jadi pilpres lebih baik dituntaskan sekali putaran,” ujar Syifak di acara kopdar yang bertajuk ‘Kawal Agenda Rakyat: Pilpres 2024 Sekali Putaran untuk Indonesia Maju’, Jum’at (22/12/2023).

Bacaan Lainnya

Menurut dia, FIM yang merupakan gabungan aktivis gerakan mahasiswa lintas organisasi itu menangkap gagasan pilpres sekali putaran sudah menjadi agenda rakyat, realitas politik saat ini mendukung adanya pilpres sekali putaran. Sebab tujuannya menyatukan bangsa dan mencegah perpecahan akibat masifnya hoax atau kabar bohong yang terus menghiasi keseharian masyarakat.

“Kita tidak boleh berlama-lama hidup dalam perseteruan akibat dari pilpres ini, supaya tidak berlarut-larut. Sehingga bangsa ini mulai fokus dan berkonsentrasi melanjutkan pembangunan yang sudah dibangun pondasinya oleh Presiden Jokowi,” jelasnya.

Syifak menilai argumentasi gerakan sekali putaran di Pilpres 2024 sangat rasional dan mudah diterima oleh publik. Ia menyebut tiga alasan FIM mendukung dan mengawal gagasan tersebut

Pertama, hemat waktu. Jika Pilpres 2024 berjalan sekali putaran, maka akan segera diketahui pemenangnya pada Februari 2024, tidak perlu menunggu hingga Juni 2024, dan gejolak politik pilpres segera berakhir.

“Tentu akan kita kawal gerakan sekali putaran ini. Karena lebih menjamin kepastian politik (pengambil kebijakan) dan ekonomi (pelaku usaha), dan agenda rakyat lainnya bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan kata lain, lebih cepat pilpres berakhir (sekali putaran), lebih cepat situasi nasional terhindar dari ketegangan politik yang bisa berujung pada polarisasi dan instabilitas nasional,” urainya.

Kedua, hemat biaya. Apabila pilpres berlanjut pada putaran kedua, maka itu membutuhkan tambahan biaya sebesar kurang lebih 17 triliun. Sebaliknya, bila pilpres berlangsung sekali putaran, maka bisa hemat anggaran. Anggaran 17 triliun bisa dikembalikan ke kas negara dan bisa dialihkan untuk rakyat, atau dialokasikan ke program pemerintah lainnya.

Ketiga, Pilpres 2024 sekali putaran akan membuat Indonesia lebih damai untuk mencegah kekhawatiran munculnya potensi polarisasi politik ekstrem yang menajam pada putaran kedua. Apalagi melihat dinamika politik terakhir, posisi Anies Baswedan sudah mulai menggeser Ganjar Pranowo.

“Artinya pada putaran kedua Prabowo-Gibran berpotensi akan berhadapan dengan Anies-Muhaimin yang notabene didukung oleh para pencetus politik identitas, seperi Ustadz Abdul Somad, Rizieq Shihab dan Ijtima’ Ulama. Kondisi pada Pilpres 2024 akan semakin tajam ledakan polarisasinya, isu jual ayat dan mayat akan kembali menjadi narasi perbincangan di masyarakat. Itu tidak boleh terjadi,” beber Syifak.

Syifak mengatakan, hasil kajian FIM bahwa potensi polarisasi pada Pilpres 2024 bukan sekedar mitos, tapi nyata dan terjadi di masyarakat Indonesia. Hal itu didasari oleh dua hal.

Pertama, temuan hasil survei nasional yang dilakukan oleh Laboratorium Psikologi Politik Universitas Indonesia menyebut bahwa polarisasi politik Indonesia itu bukan sekedar mitos melainkan fakta, yakni benar-benar terjadi di masyarakat.

“Dalam kajian dari UI itu, kita melihat medium polarisasi itu bisa terjadi di dunia maya dan dunia nyata. Polarisasi itu bisa terjadi berdasarkan agama, polarisasi berbasis kepuasan kinerja pemerintah, berbasis anti luar negeri (asing dan aseng), dan bukan mustahil kembali terjadi di Pilpres 2024,” tutur Syifak.

“Itu artinya, temuan survei Laboratorium Psikologi Politik UI yang memotret polarisasi itu bukan mitos semata, tetapi benar-benar terjadi di masyarakat,” tambahnya

Kedua, kata Syifak, merujuk pada artikel berjudul ‘Indonesia’s polarisation isn’t dead, just resting’, Seth Soderborg & Burhanuddin Muhtadi. Sesuai judulnya, artikel ini menyebutkan bahwa polarisasi yang ada di masyarakat kita, Indonesia, tidak sepenuhnya berakhir atau menghilang. Melainkan hanya ‘jeda sejenak’.

“Dengan menggunakan kata ini, ‘jeda’ atau ‘istirahat’ sejenak, hal ini memberi penegasan bahwa polarisasi yang ‘jeda sejenak’ itu bisa saja ‘terangsang’ untuk muncul. Polarisasi memiliki basis massa yang berakar pada garis-garis pembelahan politik yang telah berlangsung lama dan permanen,” jelas Syifak.

Dijelaskan Syifak, kontestasi pilpres dua putaran bisa saja terjebak pada situasi yang menakutkan. Hidup dan berkobarnya lagi polarisasi yang tersembunyi. Polarisasi yang sudah punya akar itu bisa saja ‘dihidupkan’ dan ‘dimobilisasi’ oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan elektoral.

“Adakah pihak-pihak yang ‘biasa’ dan ‘ketagihan’ memainkan politik identitas yang bisa berujung pada politik? Itu soal lain. Tapi apa yang bisa kita lakukan saat ini adalah bagaimana mengantisipasi untuk tidak memberi ‘ruang’ bagi muncul dan ter-trigger-nya situasi politik yang kembali terpolarisasi sedemikian tajam,” tukasnya.

Lanjut Syifak, gagasan Pilpres 2024 sekali putaran disuarakan oleh semua pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), baik Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tetapi, kata Syifak, mencermati kondisi objektif yang berhasil dipotret berbagai lembaga survei kredibel, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang paling potensial menang sekali putaran.

“Sebagai seorang aktivis, tentu harus punya basis argumentasi yang rasional dan objektif. Nah, itu bisa kita lihat dalam hasil survei terbaru. Rata-rata itu kan Prabowo Gibran 45% sama 46%, Indikator, LSI itu 45%, Populi Center itu 46% yang lain (pasangan Anies dan Ganjar) 20-an ya kan. Tentu secara probabilitas yang 45%-46% lebih mungkin mendapatkan sekali putaran dibandingkan yang angkanya masih 20an%,” papar Syifak.

“Artinya, mayoritas publik menilai Prabowo-Gibran ini yang paling tepat menjadi presiden dan wakil presiden di tahun 2024,” tutupnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *