Pantura24.com, Bondowoso– Zannuba Ariffah Chafsoh atau karib disapa Yenny Wahid menyebut sejumlah kriteria pemimpin yang dibutuhkan Indonesia ke depan. Terutama bagi santri pondok pesantren di Indonesia.
Putri Presiden ke-4 Abdurrahman Wahid atau Gusdur itu menyampaikan pandangannya saat bersilaturahmi ke Ponpes Al-Furqon Paceh Bondowoso, Jawa Timur.
“Pemimpin itu harus tahu kebutuhan santri. Santri itu harus difasilitasi, diberikan lebih banyak lagi beasiswa,” ujarnya di hadapan ribuan santri setempat, Kamis (23/11/2023).
Ia mengatakan bahwa mencari pemimpin itu yang mau memberikan komitmen beasiswa yang lebih banyak untuk para santri agar bisa belajar keluar negeri.
Direktur Wahid Fondation itu mencontohkan bahwa dulu Gus Dur juga demikian, pernah ke Mesir, Irak dan lainnya karena mendapatkan beasiswa. Padahal dulu Gus Dur sejak kecil sudah menjadi anak yatim.
“Gus Dur waktu itu sudah yatim, gak punya uang. Tapi karena mendapat beasiswa jadi bisa belajar ke luar negeri,” katan Yenny menjelaskan.
Menurut Yenny, pemimpin ke depan itu juga harus memikirkan santri yang sudah lulus agar dimudahkan dalam pekerjaan. Mereka itu perlu pelatihan untuk kewirausahaan sehingga bisa menjadi pengusaha sukses.
Ia melanjutkan bahwa pemimpin ke depan juga diharapkan orang yang mau mengerti santri, di antaranya soal tantangan santri yaitu ijazah ma’had tidak diakui. Padahal mereka sudah belajar namun ijazah sarjanannya tidak diakui.
“Nah kedepan itu harus disamakan statusnya sehingga bisa mencari pekerjaan. Nah yang paham hal ini ya harus berasal dari santri juga. Jadi bagi kita, orang yang mau memahami kebutuhan santri itu namanya Mahfud MD,” cetusnya.
Putri kedua dari pasangan Abdurrahman Wahid dan Sinta Nuriyah ini meneguhkan bahwa dalam konteks yang lebih besar atau bernegara, Indonesia butuh pemimpin yang komit terhadap penegakan hukum dan membasmi korupsi serta pungli.
“Bila hukum tak bisa ditegakkan maka Indonesia kacau. Penegakan hukum itu penting, bayangkan jika korupsi tinggi, negara ini bakal jadi miskin, negara tidak punya uang, begitu negara benar tak punya uang, maka tidak bisa membangun apa-apa,” tukaasnya. (*)