Pengusaha Warung Makan Di Kota Pekalongan Kolap Terjerat Tagihan PAM Mencekik

Pengusaha Warung Makan Di Kota Pekalongan Kolap Terjerat Tagihan PAM Mencekik
Pengusaha Warung Makan Di Kota Pekalongan Kolap Terjerat Tagihan PAM Mencekik

Pantura24.com, Kota Pekalongan – Seorang pelanggan Perusahaan Air Minum (PAM) di Kota Pekalongan bernama Hendro Figola (35) dibuat pusing dan tidak berdaya dengan tagihan air minum yang bengkak di luar batas kewajaran. Warga Kelurahan Bendan Kergon tersebut terpaksa putar badan lantaran aduan yang disampaikan ke Kantor Perumda Tirtayasa tidak mendapatkan solusi.

“Kedatangan saya untuk mengklarifikasi tagihan PAM yang bengkak hingga Rp 9 juta lebih tapi tak diberikan solusi,” ungkap Indro di luar Kantor Perumda Tirtayasa, Senin (30/7/2023).

Ia mengaku bermaksud untuk memohon keringanan tagihan dengan membayar dua atau tiga bulan dulu namun pihak Perumda Tirtayasa menolak dan tetap diminta bayar sesuai nominal di tagihan.

Hendro pun menceritakan kronologi dirinya sampai terjerat tagihan mencekik dari perusahaan air minum milik pemerintah daerah tersebut.

“Awalnya saya mengontrak tempat untuk usaha warung makan namun karena kondisi waktu itu masih dalam masa pemulihan Pandemi Covid-19 jadi usaha belum normal sehingga kerap terlambat bayar air,” ujarnya.

Mendadak setelah mengalami keterlambatan bayar menyebabkan tagihan air di bulan berikutnya langsung melonjak berkali lipat dan hal tersebut berlangsung selama 12 bulan. Karena biaya operasional ikut membengkak akhirnya dua dari tiga karyawan terpaksa diberhentikan.

“Saya pindah lokasi usaha namun pihak pemilik tempat sebelumnya menuntut tagihan air dilunasi. Tentunya saya merasa keberatan karena harus bayar Rp 9 juta lebih, saya belum ada uang sebesar itu,” ucapnya.

Dirinya hanya ingin diberikan keringanan tagihan namun tetap melunasi kewajiban. Sebenarnya pihak Perumda Tirtayasa sempat menawarkan solusi pembayaran namun masih terasa berat sekali.

“Saya diminta membayar langsung tujuh bulan sebesar Rp 6,3 juta. Tapi kan tetap saja terasa berat, karena tidak ada solusi lain akhirnya saya memilih pulang. Ndak tahu nanti apa yang terjadi,” katanya lemas.

Sementara itu pihak Perumda Tirtayasa melalui staf menolak memberikan pernyataan atas kejadian tersebut. Bahkan dengan arogan meminta media menyerahkan surat tugas atau surat perintah resmi untuk bisa melakukan sesi wawancara. Itupun dengan syarat pertanyaan yang diajukan harus tertulis.

“Itu perintah pimpinan. Kami hanya menyampaikan saja,” ujar staf bernama Soni.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *